Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2021

OPINI; ORANG GILA KOK BISA YA?

Minggu,13 September 2020.Bumi Nusantara kembali digegerkan dengan berita penusukan seorang ulama besar, Syeikh Ali Jaber Syafaahullah . Pada saat itu Syeikh Ali Jaber Syafaahullah menghadiri pengajian dan acara wisuda Tahfidz Al-quran Masjid Falahuddin di Jalan Tamim, Kecamatan Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung. Kemudian,disaat Syeikh Ali Jaber Syafaahullah menguji hafalan salah seorang santri, beliau meminta si Santri dan Orang Tuanya untuk naik ke panggung. Setelah berinteraksi, keduanya meminta berfoto dengan Ulama tersebut, namun memori ponsel si Orang Tua tersebut rupanya penuh. Maka, Syeikh Ali Jaber Syafaahullah meminta jama'ahnya untuk dapat meminjamkan ponsel, dan disaat seperti itulah tiba-tiba seorang pemuda tanggung berlari kencang ke atas panggung dan melukai lengan kanan Syeikh Ali Jaber Syafaahullah tersebut. Nah, yang anehnya. Pelaku penusukan Syeikh Ali Jaber Syafaahullah tersebut diduga mengalami gangguan jiwa, alias gila. Tentu saja, ini sontak menjadi sorotan

CERPEN; KU TUNGGU JAM 4 SORE

"Juleha, ku tunggu kau jam 4 sore", begitu ucapnya tadi siang. Mereka akan bertemu di suatu tempat. Tempat yang sudah tidak asing lagi bagi mereka berdua. Kali ini, Burhan tidak ingin lagi bermain-main. Masih ingat dalam dekapan Burhan. Kejadian tadi malam di sudut dapur. Bapak menghardik garang Burhan. Menangis hanya karena seorang wanita. Kali ini, sore ini, di Kota Tua itu. Burhan akan ungkapkan pula. Perasaan tua yang juga sudah lama dirawatnya. Dalam hati Burhan berkata, "kau harus jadi teman hidup sampai kita menua"

CERPEN; DISUDUT DAPUR

Saat dia tau anaknya sedang bermasalah dengan kekasihnya. Dia dapati Burhan menangis disudut dapur. Dia pun membentak garang, "kau harus kuat, jangan lemah. Tunjukin sama dia kalo kau gapapa. Jangan bego! Jangan merendah-rendah. Jangan mengemis-ngemis kayak bocah smp kasmaran!" Tutupnya dengan sebuah lecutan gesper di paha Burhan.

OPINI; PARADOKS MODERNITAS 1

Konservatisme bukanlah aib dalam tubuh modernitas. Dia perlu untuk dipertahankan sebagai basis epistemologis-fundamental di tengah keterawang-awangan modernitas. Ketika paradoks disematkan dengan modernitas, maka tidak melulu stigma negatif disematkan pada kata paradoks. Dalam artian, modernitas dengan segala progresivitasnya harus tetap dirawat dengan nilai-nilai konservatif-normatif yang lebih adaptif. Kota Tua ini contohnya, keberadaannya dengan segala arsitektur kuno di tengah tingginya gedung-gedung Ibu Kota bukankah sebuah paradoksial? Kota tua dan segala ceritanya adalah simbol-simbol konservatif dalam tubuh modernitas Jakarta.  Namun, apakah Kota Tua hanya akan kita jadikan sebagai simboli-simbol konservatif belaka tanpa ada pemaknaan? Pemaknaan yang pada akhirnya menjadikan Kota Tua ini memiliki use value tersendiri sebagai basis epistemologis-fundamental dalam kehidupan masyarakat modern. Kota Tua, 30 Desember 2021

PUISI; KAU DAN METROPOLITAN

Kau adalah metropolitan Susah untuk ditebak serta diterka Aku kesulitan mencari titik simpul dalam setiap tindakmu Saat pagi di atas motor Aku sulit menebak Apakah embun atau polusi yang mengawang di udara Saat siang di dalam krl Aku sulit mencari Manakah penumpang individualis, dan mana penumpang yang humanis Saat malam di dalam angkot Aku sulit menerka Siapakah yang pulang dengan bangga atau pulang dengan hampa menyusuri kemacetan kota Saat aku berjalan di tengah kota Akupun mencerna, melihat bunga dan tembok Menerka, siapakah yang memberikan kehidupan manusia? Hey wanita Terkadang kau adalah kota metropolitan itu Penuh dengan tanda tanya Jatinegara, 30 Desember 2021

PUISI; PULANG DAN PERGI

Ada yang pergi, dilepas dengan tangis dan disematkan sebuah harap dalam bakti. Begitupun ada yang pergi, karena ingin dilupakan dalam ingat, menjadi keladi dalam benak. Dan begitupun saat pulang Akan ada mereka yang dinanti-nanti tarian rindu, belaian   temu. Namun ada juga, yang tidak dinginkan datang. Dan hanya menemui kehampaan. Bukan hilangnya haus dahaga perpisahan. Jadilah pergi dan pulang dengan versi terbaikmu. Agar tidak akan ada satupun tempat yang menolakmu. -2021

PUISI; KUMAT

Setelah beberapa dekade belakangan Kini kau hadir lagi Kau datang dengan malapetaka yang sama Maksud yang masih sama, dan begitu pula masih dengan tujuan sama Kau merusak kemesraanku saat bercengkrama dengan malam Kau hentikan mulutku saat ingin bercumbu dengan bibir cangkir mungil berisi kopsu Kau menahan-nahan telunjuk dan jari tengahku menyodorkan lintingan tembakau Jangankan tembakau, rokok instan pabrikan sekelas suryapun luput dari ingatan tenggorokan Kau akan ku lawan Semakin kau datang mendesak dan penuh sesak Semakin itu pula aku siapkan pil-pil penuh berlampis perak Aku tak akan diam Kau telah menyatakan perang Menghancurkan surgaku Bahkan tawaku kau tutupi dengan bunyi memalukan Kau harus tumbang Segera! Mampuss kau! Kuabadikan dalam puisi. -2021

PUISI; IDEALISME KU BUKAN PEMBUNUH

Buah Karya: Ramadhanur Putra Jogjakarta, 14 Desember 2021 selepas bertemu kawan Membalut idealisme membangun kemistri Kawanku, senyumnya merekah Semangatpun meranum Dari sabang sampai merauke Kita datang dengan tubuh yang merdeka Mencium lembut punggung tangan orang tua Berharap balik membalas jasa Disini kita bertemu Ada yang mencari ilmu timur Pula ada yang mencari ilmu barat Namun tetap berbakti pada nusa Saat kita mulai dewasa Otak dipaksa mencerna Melihat semua realita Perlahan demi perlahan Satu persatu nadi terbakar Kau berdiri gagah Menjunjung idealisme Persetan dengan apa yang mereka tertawakan Pun begitu, apa yang akan terjadi di masa depan Kau muda dengan penuh panutan Melawan arus, meluruskan zaman Dada membusung membela keadilan Namun sayang, kau tidak kebal timah panas Kepala kau tutupi saat diterpa gas air mata Badan mu tak sekokoh tameng baja Kaki mu tak sekuat sepatu besi Kau lemah Nyawamu dengan mudah lenyap sekejap mata Tapi, bagaimana dengan nyalimu? Aku rasa tidak

PUISI; AKU DAN JURANG CURAM

Aku akan terus berjalan dan melangkah Sekalipun yang ada dihadapanku jalan buntu Menjelajah ke hutan paling semak Menyelam ke samudera paling karang Dan terbang ke langit paling angkasa Aku hadir bukan untuk menjadi penantang Atau barangkali mencari mulut manis orang-orang Inginku, hanya satu Menggores langkah dalam lembaran zaman Hingga pada pucuk paling senja, aku akan pulang -Yogyakarta, 12 Desember 2021