Langsung ke konten utama

OPINI; ORANG GILA KOK BISA YA?

Minggu,13 September 2020.Bumi Nusantara kembali digegerkan dengan berita penusukan seorang ulama besar, Syeikh Ali Jaber Syafaahullah . Pada saat itu Syeikh Ali Jaber Syafaahullah menghadiri pengajian dan acara wisuda Tahfidz Al-quran Masjid Falahuddin di Jalan Tamim, Kecamatan Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung. Kemudian,disaat Syeikh Ali Jaber Syafaahullah menguji hafalan salah seorang santri, beliau meminta si Santri dan Orang Tuanya untuk naik ke panggung. Setelah berinteraksi, keduanya meminta berfoto dengan Ulama tersebut, namun memori ponsel si Orang Tua tersebut rupanya penuh. Maka, Syeikh Ali Jaber Syafaahullah meminta jama'ahnya untuk dapat meminjamkan ponsel, dan disaat seperti itulah tiba-tiba seorang pemuda tanggung berlari kencang ke atas panggung dan melukai lengan kanan Syeikh Ali Jaber Syafaahullah tersebut.


Nah, yang anehnya. Pelaku penusukan Syeikh Ali Jaber Syafaahullah tersebut diduga mengalami gangguan jiwa, alias gila. Tentu saja, ini sontak menjadi sorotan bagi masyarakat banyak, khususnya para muslim di Nusantara. Belum lagi, berkaitan dengan mulai bangkitnya komunis di Indonesia,yang akhir-akhir ini banyak simbol, tanda, dan sinyal yang menunjukkan bangkitnya paham kontras tersebut. Bukan hanya bertentangan dengan keyakinan kita umat beragama, tapi komunis juga sangat bertentangan dengan keyakinan kita masyarakat yang berbangsa dan bernegara. Kembali menilik sejarah kelam Ibu Pertiwi, tahun 1948 dan tahun 1965, betapa bengisnya PKI membabat lawan politiknya. Secara membabi-buta PKI juga melakukan tindakan keji lagi hewani, membunuh para santri, guru, kiai, serta tokoh-tokoh nasional kala itu. Maka tidak dapat kita pungkiri, jika peristiwa ini menimbulkan luka yang sangat dalam serta tidak ada lagi kepercayaan rakyat Indonesia terhadap PKI ini.


Pada kejadian ini, kuat dugaan masyarakat bahwa si pelaku adalah orang yang waras, dugaan ini disertai pernyataan orang-orang yang mengenal si pelaku, maupun lewat hipotesis umum yang beredar di masyarakat. Kasus seperti ini, sudah tidak asing lagi di telinga kita, ada orang-orang yang berusaha melakukan pembunuhan atau mencelakai ulama, ataupun tokoh masyarakat, lalu ditimbulkan sebuah asumsi kontroversial, semacam menjadi tameng pembelan lewat kata 'gila' tersebut. Maka sudah menjadi hal yang sangat wajar, jika pertanyaan "Sebenarnya ini ada apa ? Dalangnya siapa ? Mauanya apa ?" Beredar di masyarakat kita.

Dan tentu saja, penyelidikan kasus yang dilakukan secara prosedural, serta tidak dimasuki kepentingan apapun, yang akan mengungkap fakta dari balik semua ini.


Sebagai seorang muslim, tentu kita sangat yakin dan percaya, bahwa hanya Allah S.W.T lah yang maha mengetahui lagi maha adil. Apa yang terjadi dibalik kejadian 'unik' ini ? Dan apa balasan serta hikmah yang akan Allah S.W.T sajikan. Kemudian, sebagai masyarakat yang berbangsa dan bernegara, kita tetap menjaga persatuan dan kesatuan, serta menjaga keutuhan NKRI, baik itu secara geografis maupun ideologis ataupun prinsip-prinsip negara yang fundamentalis 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERITA; SINTA MENUNGGU RAMA

Bersabarlah barang sejenak Sinta! Tenang saja, aku akan menghampirimu di tengah pulau itu. Kamu tau? Aku sedang menanak puisi untuk kita santap sembari menunggu matahari terbenam nanti. Tapi, jika nanti aku menghampirimu dengan keadaan tak berdaya. Maka, keribaanmulah yang akan menjadi sampan bagiku kesana. Sinta, tolonglah kamu jelaskan dulu pada mereka bahwa cinta itu bukan barang murah yang seenaknya dapat diobral sana-sini.  Bahwa cinta itu harus di bentuk dengan proses panjang dan teliti. Penuh ketabahan dan juga keuletan. Jadi, selama di tengah pulau sana. Bersabarlah kau menungguku, menyuguhkan cinta untukmu. Lalu kita seduh dan nikmati bersama. Sinta oh sinta. Firasatku, diri ini akan jadi abu di atas tunggul. Tapi tak apa, setidaknya aku akan menjadi kayu yang menyilang api untukmu dan menjadi bara yang akan mengantar hangat padamu. Kebawah tidak berakar, keatas tidak berpucuk, dan ditengah dirayapi kumbang. Begitulah ketidak berdayaan ku sekarang menghampirimu. Jadi, sabar du

PUISI; AKU INGIN

Aku ingin kita bercerita dibelakang rumah itu Rumah panggung sederhana berlantai dua Di lantai satu, tempat rak buku kita tata rapi Aku ingin kita berkuasa atas dunia Menceritakan kebodohan sejak bangun tadi pagi Menceritakan malam-malam yang penuh mimpi Atau bahkan, menceritakan jika esok pagi kita tidak lagi melihat matahari Kelak, jika lumbung padi kita sudah habis dan kau dapati simpanan berkurang Ingat lagi saat bahagianya kita dengan panen melimpah Hati riang anak saat bermain disawah kala musim tanam datang Atau, saat senyum merekah dipagi hari melihat padi yang menguning Dik, siapakah yang mau dipinang dengan seikat benih padi dan sebuah alat bajak keluaran jepang? Atau mungkin sebilah pohon bambu untuk membangun rumah panggung? Tapi dik, siapapun itu Aku selalu ingin menuju senja disini dan seperti ini Menikmati sore sambil menyeruput kopi dan membaca buku. Lalu, saat maghrib datang. Bergegas mengajak anak pergi ke surau. Hingga malam datang, kita terlelap dengan tenang. Dik,

PUISI; JALAN SUNYI

Maka ingatlah Ketika malam mengambil ikrar dari akar pohon kelapa Bulan dan bintang menyisir sumpah serapah tetua Bersama cahaya lilin dalam ruang-ruang gelap Sunyi tapi tak pernah sepi Satu persatu lilin mati Dalam benak yang penuh ekspektasi Amukan cinta dan benci Menyisakan kau sendiri Dalam jalan sunyi Lihatlah kawanmu Berlari-lari Tertawa tak henti Mengisi ruang-ruang hati Mengajak berdiri Menyusuri duri jalan ini Seperti bunga Kita tumbuh Mekar harum dan berseri Menghadapi jalan sunyi -Jogja, 08 Agustus 2023