Langsung ke konten utama

CERITA SANGAT PENDEK

Jogja masih setengah sadar saat kami tersesat di gang itu. Aroma bakso dan angin yang lembab menyelimuti malam. Bulan sedang terang - terangnya, menjadikan jalan ini jelas tanpa dibantu oleh cahaya lampu.


Namun, apa boleh buat? Terangnya masih saja membuat kami tersesat di gang itu. Di mulut gang, Pria menyebalkan yang bersamaku hampir diserobot orang mabuk. Dan aku yang terburu-buru mengikuti petunjuk arah di gawai terus berjalan. Sampai seseorang menegur kami. "Mau kemana Mba?" Tanya salah seorang di mulut gang itu.


"Mau nyari masjid Pak," jawabku ringkas. Seorang Ibuk dengan rokok di sela jari mengernyitkan dahi. Seperti menyembunyikan sesuatu, dia mengatakan bahwa masjid ada di luar gang itu. Padahal, jelas - jelas penunjuk arah menuntun kami ke dalam gang ini.


Dialogpun agak intens antara kami dan mereka yang berada di mulut gang. Mereka dengan wajah tidak yakin dan kami dengan wajah kebingungan. Bermaksud untuk tidak memperpanjang dialog, kami memutuskan untuk keluar dari gang itu mengingat ada waktu yang harus kami kejar.


Kami akhirnya keluar gang dengan isi kepala yang sama. Sama - sama paham kalau kami tersesat di gang yang fenomenal di tengah kota Jogja, sepertinya. Dialog itu, seolah menjadi kesimpulan bagi kami, bahwa kami tersesat di Gang Sarang Kembang. Sarang bagi orang - orang yang bercinta tanpa harus saling mencintai.


Jogja, 17 Desember 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI; AKU MASIH MENCINTAIMU, LAPTOPP

AKU MASIH MENCINTAIMU, LAPTOPPP!!!! Aku masih mencintaimu laptop Malam ini aku menyeggamaimu Tapi tepat pada pukul 23.50 engkau malah berulah Kalera! ujarku Padahal, tahukah engkau? Aku ingin mengajakmu berfantasi malam ini Jemariku telah lama merindukan lembutnya keyboardmu Mataku sudah birahi ingin menatap layarmu Engkau malah ejakulasi sebelum dieksekusi Aku ingin mengajakmu berselancar dalam imaji Menyeruput kopi mos khas kampung kami yang tak akan pernah engkau temui di Indomaret manapun Aku ingin mengepulkan asap-asap yang keluar dari mulutku ke mulutmu Yang diterangi lampu jalan depan rumah kita Eitss, entah kepulan asap atau embun Aku juga sulit membedakan Sebab mulutku sudah ibarat molen pengaduk semen dan pasir Udara disini sangat dingin sayang Seperti dinginnya sikap dia Engkau tahu? Karena ulahmu tadi Kopi hitamku bersileak karena jatuh diatas palanta dari pariang itu Bergediak lantai jadinya Maka, saat kau telah siuman Aku tak tau, entah apa yang mengetuk hatimu Untuk mela...

PUISI; SUDAHI

Dari kereta kencana hingga lencana petaka Dari pegasus mulia hingga hanoman sengsara Melacak-dabrak sesukamu Menyusuri sisi buasmu Mengisi penuh gelas-gelas hasratmu Laksana keledai di gurun sahara Bias, dan penuh biang bahaya Merona-rona membahana Ternyata, wujudmu halusinasi semata Semua tertipu bayanganmu nan mulia itu  Wahai, ratu kumala berseri Sudahi dan ambillah intisari Yogyakarta, 13 Maret 2022