Langsung ke konten utama

OPINI; Kita dan Politik Praktis ( Kode Etik Warga Muhammadiyah Berpolitik )


 Kita dan Politik Praktis


Bismillahirrahmanirrahim

Saya awali tulisan ini dengan kalimat tersebut agar apa yang saya tuliskan tidak salah dan sesuai dengan apa yang ditetapkan.

Dan juga, supaya tulisan ini dapat diterima oleh semua elemen persyarikatan.

Yaitu, Muhammadiyah.


Pada dekade awal Organisasi Islam Muhammadiyah, yaitu kisaran tahun 20-50 an, Muhammadiyah masih sibuk membenahi internal persyarikatan. Muhammadiyah konsen terhadap dunia pendidikan serta problematika sosial masyarakat umum pada saat itu.


Memasuki era kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada Tanwir Muhammadiyah di Ponorogo tahun 1968. Muhammadiyah menghadirkan dua putusan yang sangat bijaksana. Yaitu, MKCHM dan Khittah Ponorogo. Keputusan ini adalah amanat dari Muktamar Muhammadiyah ke-37 di Yogyakarta dengan tema "Tajdid Muhammadiyah" yang diselenggarakan pada tahun sebelumnya.


Pertama, MKCHM adalah akronim dari Matan Keyakinan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, yang mana didalamnya termuat beberapa poin penting. Satu diantara nya adalah Muhammadiyah adalah gerakan islam. MKCHM menyatakan dengan sangat tegas bahwa Organisasi Muhammadiyah adalah organisasi islam yang berpedoman pada Al-Qur'an dan Sunnah. 


Muhammadiyah bukanlah sebuah aliran sesat. Muhammadiyah bukanlah sebuah partai politik. Muhammadiyah bukanlah sebuah negara. Dan tentu, Muhammadiyah bukanlah sebuah agama. 


Dan tentu, ini menjadi hal yang sangat penting bagi Muhammadiyah dalam menentukan identitasnya. Serta keputusan ini menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat saat itu tentang " Muhammadiyah itu apa ? ".


Kedua, Khittah Ponorogo. Jika diperkenankan maka saya akan sebut Khittah Ponorogo adalah proyek politik Muhammadiyah dalam rangka dakwah amar makruf nahi mungkar. Bahwa Muhammadiyah memandang bahwa dengan berpolitik akan lebih memudahkan kita dalam memperjuangkan cita-cita Muhammadiyah. Pada tahun-tahun itu partai Masyumi menjadi sebuah partai yang banyak diisii oleh kader Organisasi-organisasi Islam di Indonesia.


Lalu, mengapa Khittah Muhammadiyah menjadi keputusan yang sangat bijaksana ?.


Dalam hal ini saya menganalisa dari tiga sisi.

Pertama, Muhammadiyah itu sendiri.

Kedua Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan yang ketiga adalah, Agama kita, islam.


Nah, disini saya akan mengoneksikan dengan suasana politik bangsa kita pada saat itu. Dimana terdapat partai politik yang sangat haus akan kekuasaan dan sangat brutal dalam menghabisi lawan politiknya. Suasana politik yang cenderung labil saat itu mendorong Muhammadiyah untuk harus berpolitik. Jika tidak ? Mungkin pada hari ini kita tidak akan pernah menemukan Muhammadiyah, tidak lagi hidup di NKRI dan munkin bahkan tidak menjadi seorang muslim.


Kemudian seiring dengan berjalannya waktu. Pada tahun 1971 di Ujung Pandang, diputuskan lagi sebuah Khittah yang disebut dengan Khittah Ujung Pandang. Secara substansial Khittah Ujung Pandang dan Khittah Ponorogo memiliki perbedaan yang sangat signifikan. 


Dalam bahasa sederhananya, pada Khittah ini menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak terafiliasi dengan partai politik manapun serta Muhammadiyah netral dalam menyikapi persoalan politik. Namun, Muhammadiyah tidak merampas hak-hak warganya sebagai rakyat Indonesia yang demokratis.


Dan Khittah Ujung Pandang ini lah, yang hari ini harus menjadi pedoman warga Muhammadiyah dalam berpolitik dinegara Indonesia yang tercinta.


Purna-kata, Dimusim PILKADA ini, saya hanya ingin mengingatkan kita semua, bagaimana seharusnya warga Muhammadiyah dalam berpolitik praktis.

Muhammadiyah dan Ortom-ortom nya harus netral dalam menyikapi persoalan politik. Sedangkan warga Muhammadiyah diberi kebebasan untuk berpolitik dengan tidak mengatasnamakan Muhammadiyah serta Ortom-ortomnya. 


Dalam arti lain, jangan sampai di PILKADA ini, ada Pimpinan Muhammadiyah dan atau Ortom-ortomnya yang menyatakan sikap mendukung paslon A,B,C, dan atau C sebagai kepala daerah dimanapun. Karena ini sangat bertentangan dengan Khittah Ujung Pandang yang telah disepakati Muhammadiyah, dan tentu saja keputusan tersebut telah difikirkan terlebih dahulu sebaik-baiknya.


Semoga berkenan, mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, kemudian saya tidak menutup diri dari kritik konstruktif serta berdiskusi dengan teman-teman semua



Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERITA; SINTA MENUNGGU RAMA

Bersabarlah barang sejenak Sinta! Tenang saja, aku akan menghampirimu di tengah pulau itu. Kamu tau? Aku sedang menanak puisi untuk kita santap sembari menunggu matahari terbenam nanti. Tapi, jika nanti aku menghampirimu dengan keadaan tak berdaya. Maka, keribaanmulah yang akan menjadi sampan bagiku kesana. Sinta, tolonglah kamu jelaskan dulu pada mereka bahwa cinta itu bukan barang murah yang seenaknya dapat diobral sana-sini.  Bahwa cinta itu harus di bentuk dengan proses panjang dan teliti. Penuh ketabahan dan juga keuletan. Jadi, selama di tengah pulau sana. Bersabarlah kau menungguku, menyuguhkan cinta untukmu. Lalu kita seduh dan nikmati bersama. Sinta oh sinta. Firasatku, diri ini akan jadi abu di atas tunggul. Tapi tak apa, setidaknya aku akan menjadi kayu yang menyilang api untukmu dan menjadi bara yang akan mengantar hangat padamu. Kebawah tidak berakar, keatas tidak berpucuk, dan ditengah dirayapi kumbang. Begitulah ketidak berdayaan ku sekarang menghampirimu. Jadi, sabar du

PUISI; AKU INGIN

Aku ingin kita bercerita dibelakang rumah itu Rumah panggung sederhana berlantai dua Di lantai satu, tempat rak buku kita tata rapi Aku ingin kita berkuasa atas dunia Menceritakan kebodohan sejak bangun tadi pagi Menceritakan malam-malam yang penuh mimpi Atau bahkan, menceritakan jika esok pagi kita tidak lagi melihat matahari Kelak, jika lumbung padi kita sudah habis dan kau dapati simpanan berkurang Ingat lagi saat bahagianya kita dengan panen melimpah Hati riang anak saat bermain disawah kala musim tanam datang Atau, saat senyum merekah dipagi hari melihat padi yang menguning Dik, siapakah yang mau dipinang dengan seikat benih padi dan sebuah alat bajak keluaran jepang? Atau mungkin sebilah pohon bambu untuk membangun rumah panggung? Tapi dik, siapapun itu Aku selalu ingin menuju senja disini dan seperti ini Menikmati sore sambil menyeruput kopi dan membaca buku. Lalu, saat maghrib datang. Bergegas mengajak anak pergi ke surau. Hingga malam datang, kita terlelap dengan tenang. Dik,

PUISI; JALAN SUNYI

Maka ingatlah Ketika malam mengambil ikrar dari akar pohon kelapa Bulan dan bintang menyisir sumpah serapah tetua Bersama cahaya lilin dalam ruang-ruang gelap Sunyi tapi tak pernah sepi Satu persatu lilin mati Dalam benak yang penuh ekspektasi Amukan cinta dan benci Menyisakan kau sendiri Dalam jalan sunyi Lihatlah kawanmu Berlari-lari Tertawa tak henti Mengisi ruang-ruang hati Mengajak berdiri Menyusuri duri jalan ini Seperti bunga Kita tumbuh Mekar harum dan berseri Menghadapi jalan sunyi -Jogja, 08 Agustus 2023