Pancaroba bermusim dalam dada
Menyisakan
bibir gersang
Menceracaulah
kemarau
Kayu
bersilang dalam hati
seorang
bocah pelempar batu
Mengepulkan
asap timah perlawanan
Memecah
salju langit Timur
Dan
mesiu menyeruak dalam ingatan
Membumbung
menjelma langit merah
Menggumpal
dan tumpah
Hujan jatuh dari pelupuk mata
Suaramu
parau
Hingga
tak ada lagi yang bisa kami dengar
Dari
teriakan paling tragis umat manusia
“Intifadha!”
Setiap
malam dalam musim pancaroba
Api
menghunjam dari lintasan Buroq suci menuju kerak bumi
Mengancurkan
mimpi bocah pelempar batu
Dan
ruh kudus datang menyelimutimu
Sedang
kau berbisik
"Kami
tak takut mati,
bukan
berarti kami tidak ingin hidup!"
Jogja, 24 Februari 2024
Komentar
Posting Komentar