Langsung ke konten utama

PUISI; BUNGA PENGHISAP DENDAM

Aku mendengar lagi

Led Zeppelin dengan

Stairway to Heaven-Nya

 

Sambil mendongak,

mengepulkan asap rokok ke langit-langit

kamar kos-an ukuran petak 2 x 3

Aku berharap ada tangga

menuju kerelaan

 

Sedang, lidah mertua menjulurkan ibrah

ke atas meja belajar

Bahwa dada adalah taman luas untuk beribu bunga

Dan lidah mertua

hanya seutas bunga penghisap dendam

dari hati yang sempit

 

Bunga ditaruh dalam pot seadanya,

botol plastik yang dipenggal lehernya,

dipenggal bencinya,

lalu diisi air, air mata sisa tangisan kemarin

 

Robert Plan bernyanyi lebih kencang,

ia berlari menuju surga

Aku menyusul segera, menghisap rokok lebih dalam,

memadamkan bara kekalahan,

dalam asbak penuh puntung kemakzulan

 

Jogja, 31 Januari 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI; AKU BARU 23 TAHUN

Aku baru 23 tahun saat kota ini telah tumbuh di abad yang jauh Kota yang tumbuh dari cinta, menjadi pupuk paling purba di kesuburan hatinya  Serupa kota, aku ingin tumbuh bersamamu di atasnya Berbunga lalu berbuah Ranum dan merekah  Tak apa, jika gang - gang sempit membuat kita tersudut dari jahatnya manusia Sungai mataram akan membawa duka bersama airnya yang coklat  Kita tak pernah kalah, sebab kota selalu memeluk kita Dan pantai selatan selalu menyambut senyummu di pangkal hari  Sayang, tak perlu risau Menetaplah di kota ini Bersamaku dan hanya untukku Rindu akan selalu membawa kita datang dan pergi  Di kota ini, hidup adalah penantian jalan pulang Dan pulang adalah makna yang akan membawa kita kembali Mari, kita tumbuh serupa kota ini Jogja, 29 November 2024

PUISI; AKU MASIH MENCINTAIMU, LAPTOPP

AKU MASIH MENCINTAIMU, LAPTOPPP!!!! Aku masih mencintaimu laptop Malam ini aku menyeggamaimu Tapi tepat pada pukul 23.50 engkau malah berulah Kalera! ujarku Padahal, tahukah engkau? Aku ingin mengajakmu berfantasi malam ini Jemariku telah lama merindukan lembutnya keyboardmu Mataku sudah birahi ingin menatap layarmu Engkau malah ejakulasi sebelum dieksekusi Aku ingin mengajakmu berselancar dalam imaji Menyeruput kopi mos khas kampung kami yang tak akan pernah engkau temui di Indomaret manapun Aku ingin mengepulkan asap-asap yang keluar dari mulutku ke mulutmu Yang diterangi lampu jalan depan rumah kita Eitss, entah kepulan asap atau embun Aku juga sulit membedakan Sebab mulutku sudah ibarat molen pengaduk semen dan pasir Udara disini sangat dingin sayang Seperti dinginnya sikap dia Engkau tahu? Karena ulahmu tadi Kopi hitamku bersileak karena jatuh diatas palanta dari pariang itu Bergediak lantai jadinya Maka, saat kau telah siuman Aku tak tau, entah apa yang mengetuk hatimu Untuk mela...