Langsung ke konten utama

CERITA; AYAHKU PELATIH ATLIT LARI

My Father, dia telah mengajari aku cara berlari. Dengan ikat pinggang menjuntai di tangan kiri, ia latih sepasang kaki ini untuk tetap melaju kencang.


Tidak, dia sebenarnya tidak mengajariku cara berlali. Tapi sedang mengejarku yang saat itu tidak mau mandi sore usai bermain dengan teman-teman.


Sore itu, dengan kecepatan tinggi aku menjajaki jalan cor di dusun dengan bertelanjang kaki. Sebab, kemarahan ayah memuncak dan aku tak sempat untuk memakai alas kaki.


Bau keringat yang apek, badan yang lusuh usai bermain bola, dan muka yang tak jelas lagi rupanya. Ayah menyuruhku mandi.


Setalah dipikir-pikir, aku baru menyadari. Sejatinya ayah memang mendidikku untuk menjadi atlit lari. Lari dan terus melaju kencang untuk menerjang kehidupan.


Barangkali, ia sadar. Bahwa umurnya sudah tidak matang lagi untuk menjelajahi alam semesta ini. Maka ia titahkan kehormatan itu pada putera mahkotanya. 


Aku tau, sebenarnya ia sedang menaruh harapan. Pada anak lelakinya, ia titipkan apa yang belum sempat ia tuntaskan.


Begitu juga dengan ibu dan nenek, mereka selalu menyelipkan pesan dalam jawaban yang pernah aku tanyakan.


"Bu, Nek, kenapa di telapak kaki ku ini, ada tahi lalat? Pertanda apakah itu?" Tanyaku waktu masih belia.


"Artinya, kamu harus menapaki dunia ini, Nak!" Ungkap mereka.


Maka, tepat sebelum aku memutuskan untuk pergi ke tanah seberang. Aku sampaikan pada ayah. Tentang niatku, membawanya pergi kemana saja aku akan pergi. Dalam sebuah kaos, yang akan aku bawa kemana saja kaki ini berlari!

Jogja, 27 Juli 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI; AKU BARU 23 TAHUN

Aku baru 23 tahun saat kota ini telah tumbuh di abad yang jauh Kota yang tumbuh dari cinta, menjadi pupuk paling purba di kesuburan hatinya  Serupa kota, aku ingin tumbuh bersamamu di atasnya Berbunga lalu berbuah Ranum dan merekah  Tak apa, jika gang - gang sempit membuat kita tersudut dari jahatnya manusia Sungai mataram akan membawa duka bersama airnya yang coklat  Kita tak pernah kalah, sebab kota selalu memeluk kita Dan pantai selatan selalu menyambut senyummu di pangkal hari  Sayang, tak perlu risau Menetaplah di kota ini Bersamaku dan hanya untukku Rindu akan selalu membawa kita datang dan pergi  Di kota ini, hidup adalah penantian jalan pulang Dan pulang adalah makna yang akan membawa kita kembali Mari, kita tumbuh serupa kota ini Jogja, 29 November 2024

PUISI; TIDAK ADA JUDUL

 Semuanya larut begitu saja Dalam tangki motormu yang kuisi dua liter  Sebagai ucapan terimakasih  Atas perjalanan singkat kita dimalam yang kaku Kau pergi begitu saja Tanpa pesan meninggalkan derus mesin Scoopy putih dalam dadaku Deru mesin yang memompa jantungku berdetak lebih kencang Sekencang hisapan rokok suryaku menjelang pagi di balkon rumah Rumah kawan pelarian ku malam itu 2025, awal tahun yang buruk untuk memperbaiki hubungan kita Entah bagaimana jadinya nanti aku tidak tau Menunggu atau aku yang akan menghampirimu  Makin lama matahari makin hangat Dan kubiarkan resah menguap di udara Semoga hangat sampai ke dadamu di pagi buta Jogja, 4 Januari 2025