Langsung ke konten utama

PUISI; AKU MASIH MENCINTAIMU, LAPTOPP

AKU MASIH MENCINTAIMU, LAPTOPPP!!!!


Aku masih mencintaimu laptop

Malam ini aku menyeggamaimu

Tapi tepat pada pukul 23.50 engkau malah berulah

Kalera! ujarku


Padahal, tahukah engkau?

Aku ingin mengajakmu berfantasi malam ini

Jemariku telah lama merindukan lembutnya keyboardmu

Mataku sudah birahi ingin menatap layarmu

Engkau malah ejakulasi sebelum dieksekusi


Aku ingin mengajakmu berselancar dalam imaji

Menyeruput kopi mos khas kampung kami yang tak akan pernah engkau temui di Indomaret manapun

Aku ingin mengepulkan asap-asap yang keluar dari mulutku ke mulutmu

Yang diterangi lampu jalan depan rumah kita


Eitss, entah kepulan asap atau embun

Aku juga sulit membedakan

Sebab mulutku sudah ibarat molen pengaduk semen dan pasir

Udara disini sangat dingin sayang

Seperti dinginnya sikap dia


Engkau tahu?

Karena ulahmu tadi

Kopi hitamku bersileak karena jatuh diatas palanta dari pariang itu

Bergediak lantai jadinya


Maka, saat kau telah siuman

Aku tak tau, entah apa yang mengetuk hatimu

Untuk melancarkan hasratku malam ini

Diiringi lagu Red Hot Chili Peppers bertajuk By The Way kita lanjutkan malam dengan sangat bergairah


Jemariku menderu kencang melebihi kencang kocokan bassist Flea itu

Tapi, bersinku juga berpacu lihainya dengan dentuman drum Jack Ironsnya

Pradugaku, ini karena aku alergi dingin 

Batubin-tubin, entah mana yang lebih kencang

Bass, drum, atau bersin?


Naas memang sayang

Kita hampir tidak punya waktu untuk menikmati waktu senggang sama sekali

Aku dikejar oleh bayang-bayang mimpi buruk

Akibatnya, aku hajar kau malam ini hingga larut

Tepat pukul 3.23

Barulah deadline itu kita kirim via wa web


Bagaimana tidak sayang?

Disini, di dunia ini kita harus berpacu

Adu kencang, adu tangkas, adu jantan, adu mulut, adu dua dua duaaah, dan adu segalanya

Jika telat ditinggal


Belum lagi omongan yang akan siap menghujanimu

Disini, omelan lebih riuh dari jalanan kota

Telingamu harus ditamengi baja 


Belum lagi perasaanmu yang khawatir melulu

Kapan jadi sarjana

Apakah ada lapangan kerja untuk kita

Apalagi saat melihat mobil terparkir di depan rumah

Maksudnya, depan rumah tetangga yang disebrang jalan sana


Kita harus tetap maju sayang

Ada banyak hal yang harus kita selesaikan

Dan tidak hanya malam ini saja

Mungkin malam-malam selanjutnya juga


Ah, sebenarnya banyak yang ingin aku ceritakan lagi

Berkelindan banyaknya

Tentang kampung halamanku, karib kerabat, sahabat dan kawan-kawan, serta tentang dia wanita incaranku itu jua


Belum lagi persoalan pendidikan kita yang semrawut

Apalagi sekarang, cuaca di Indonesia mulai panas-panasnya

Maksudku, cuaca politik

Gaya gaya orang udik yang sok parlente di sepanjang jalan desa

Bakatumbin penuh riak dan ria


Ah, sudahlah

Simpan saja itu dalam kantuk kita dulu sayang


Terimakasih sayang

Untuk malam ini

Dan segala kehangatan yang dibalut kain sarung amak


Matur, 24 April 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERITA; SINTA MENUNGGU RAMA

Bersabarlah barang sejenak Sinta! Tenang saja, aku akan menghampirimu di tengah pulau itu. Kamu tau? Aku sedang menanak puisi untuk kita santap sembari menunggu matahari terbenam nanti. Tapi, jika nanti aku menghampirimu dengan keadaan tak berdaya. Maka, keribaanmulah yang akan menjadi sampan bagiku kesana. Sinta, tolonglah kamu jelaskan dulu pada mereka bahwa cinta itu bukan barang murah yang seenaknya dapat diobral sana-sini.  Bahwa cinta itu harus di bentuk dengan proses panjang dan teliti. Penuh ketabahan dan juga keuletan. Jadi, selama di tengah pulau sana. Bersabarlah kau menungguku, menyuguhkan cinta untukmu. Lalu kita seduh dan nikmati bersama. Sinta oh sinta. Firasatku, diri ini akan jadi abu di atas tunggul. Tapi tak apa, setidaknya aku akan menjadi kayu yang menyilang api untukmu dan menjadi bara yang akan mengantar hangat padamu. Kebawah tidak berakar, keatas tidak berpucuk, dan ditengah dirayapi kumbang. Begitulah ketidak berdayaan ku sekarang menghampirimu. Jadi, sabar du

PUISI; AKU INGIN

Aku ingin kita bercerita dibelakang rumah itu Rumah panggung sederhana berlantai dua Di lantai satu, tempat rak buku kita tata rapi Aku ingin kita berkuasa atas dunia Menceritakan kebodohan sejak bangun tadi pagi Menceritakan malam-malam yang penuh mimpi Atau bahkan, menceritakan jika esok pagi kita tidak lagi melihat matahari Kelak, jika lumbung padi kita sudah habis dan kau dapati simpanan berkurang Ingat lagi saat bahagianya kita dengan panen melimpah Hati riang anak saat bermain disawah kala musim tanam datang Atau, saat senyum merekah dipagi hari melihat padi yang menguning Dik, siapakah yang mau dipinang dengan seikat benih padi dan sebuah alat bajak keluaran jepang? Atau mungkin sebilah pohon bambu untuk membangun rumah panggung? Tapi dik, siapapun itu Aku selalu ingin menuju senja disini dan seperti ini Menikmati sore sambil menyeruput kopi dan membaca buku. Lalu, saat maghrib datang. Bergegas mengajak anak pergi ke surau. Hingga malam datang, kita terlelap dengan tenang. Dik,

PUISI; JALAN SUNYI

Maka ingatlah Ketika malam mengambil ikrar dari akar pohon kelapa Bulan dan bintang menyisir sumpah serapah tetua Bersama cahaya lilin dalam ruang-ruang gelap Sunyi tapi tak pernah sepi Satu persatu lilin mati Dalam benak yang penuh ekspektasi Amukan cinta dan benci Menyisakan kau sendiri Dalam jalan sunyi Lihatlah kawanmu Berlari-lari Tertawa tak henti Mengisi ruang-ruang hati Mengajak berdiri Menyusuri duri jalan ini Seperti bunga Kita tumbuh Mekar harum dan berseri Menghadapi jalan sunyi -Jogja, 08 Agustus 2023