Langsung ke konten utama

PUISI; KITA ADALAH MUSAFIR A LA A ALA

Kita adalah musafir a la a la

bepergian antarkota 

antar provinsi 

antar pulau 

bahkan antar negara 

Lalu mendaku 

musafir pengembara


Kita berpatok pada 

minimal jarak 85 kilometer

perjalanan

Kita tak bersorban 

dan berkuda atau bahkan naik onta 

di padang tandus mengaga


Tapi kita berkendara 

dengan alat transportasi epik

dan palung yang sudah 

terang rimbanya 

bahkan terlihat jelas 

dalam layar gawai sependek

jempol ke telunjuk


Lalu kita memikul 

gelar musafir sekaliber dunia 

menentengnya ke tepian 

saat pemberhentian 

untuk sebatang rokok 

atau sekadar meluruskan raga


Kita hanyalah musafir a la a la

yang tergesa-gesa menjamak fardhu 

atau menepukkan telapak tangan 

pada debu agar suci tubuhnya 

dan bertemu tuhan sambil berwisata


Kita adalah musafir a la a la

yang perjalanannya 

tidak ditunjukkan kuntum surya 

dan nujum untuk meramal cuaca 

atau sekedar berhenti 

untuk mengiring onta ke 

sumur-sumur tua 

di gurun gersang menyengat kepala


Ihwal perjalanan

sekali lagi kita masih saja

menjadi musafir a la a la

sebelum seruni menggiring larung 

ke ribaannya 

kun fayakun 

jadilah kita musafir sesungguhnya di atas dunia


Cikampek-Yogyakarta, 19 Februari 2023


DIPOSTING OLEH MBLUDUS.COM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERITA; SINTA MENUNGGU RAMA

Bersabarlah barang sejenak Sinta! Tenang saja, aku akan menghampirimu di tengah pulau itu. Kamu tau? Aku sedang menanak puisi untuk kita santap sembari menunggu matahari terbenam nanti. Tapi, jika nanti aku menghampirimu dengan keadaan tak berdaya. Maka, keribaanmulah yang akan menjadi sampan bagiku kesana. Sinta, tolonglah kamu jelaskan dulu pada mereka bahwa cinta itu bukan barang murah yang seenaknya dapat diobral sana-sini.  Bahwa cinta itu harus di bentuk dengan proses panjang dan teliti. Penuh ketabahan dan juga keuletan. Jadi, selama di tengah pulau sana. Bersabarlah kau menungguku, menyuguhkan cinta untukmu. Lalu kita seduh dan nikmati bersama. Sinta oh sinta. Firasatku, diri ini akan jadi abu di atas tunggul. Tapi tak apa, setidaknya aku akan menjadi kayu yang menyilang api untukmu dan menjadi bara yang akan mengantar hangat padamu. Kebawah tidak berakar, keatas tidak berpucuk, dan ditengah dirayapi kumbang. Begitulah ketidak berdayaan ku sekarang menghampirimu. Jadi, sabar du

PUISI; AKU INGIN

Aku ingin kita bercerita dibelakang rumah itu Rumah panggung sederhana berlantai dua Di lantai satu, tempat rak buku kita tata rapi Aku ingin kita berkuasa atas dunia Menceritakan kebodohan sejak bangun tadi pagi Menceritakan malam-malam yang penuh mimpi Atau bahkan, menceritakan jika esok pagi kita tidak lagi melihat matahari Kelak, jika lumbung padi kita sudah habis dan kau dapati simpanan berkurang Ingat lagi saat bahagianya kita dengan panen melimpah Hati riang anak saat bermain disawah kala musim tanam datang Atau, saat senyum merekah dipagi hari melihat padi yang menguning Dik, siapakah yang mau dipinang dengan seikat benih padi dan sebuah alat bajak keluaran jepang? Atau mungkin sebilah pohon bambu untuk membangun rumah panggung? Tapi dik, siapapun itu Aku selalu ingin menuju senja disini dan seperti ini Menikmati sore sambil menyeruput kopi dan membaca buku. Lalu, saat maghrib datang. Bergegas mengajak anak pergi ke surau. Hingga malam datang, kita terlelap dengan tenang. Dik,

PUISI; JALAN SUNYI

Maka ingatlah Ketika malam mengambil ikrar dari akar pohon kelapa Bulan dan bintang menyisir sumpah serapah tetua Bersama cahaya lilin dalam ruang-ruang gelap Sunyi tapi tak pernah sepi Satu persatu lilin mati Dalam benak yang penuh ekspektasi Amukan cinta dan benci Menyisakan kau sendiri Dalam jalan sunyi Lihatlah kawanmu Berlari-lari Tertawa tak henti Mengisi ruang-ruang hati Mengajak berdiri Menyusuri duri jalan ini Seperti bunga Kita tumbuh Mekar harum dan berseri Menghadapi jalan sunyi -Jogja, 08 Agustus 2023