Langsung ke konten utama

PUISI; SEPERTI TAHUN KEMARIN

Seperi tahun kemarin

Tahun ini 

masih menyisakan

tumpukan buku yang belum usai terbaca di dalam rak

gantungan harapan yang urung tergapai di dinding kamar


Lantas

akankah masa tetap membersamainya?

tentu tidak

ia tetap berjalan semestinya

menyusuri ruang tak terhingga


Tak peduli

seberapa pedih kau berjuang

menuai luka dalam jumpa yang tak lama


Tak peduli

seberapa bingung kau bertindak 

memilah bunga yang tak jua merekah lalu dipetik


Tak peduli

seberapa kepalang kau tertawa

memanen bahagia dalam malam malamnya


Begitulah 

cara waktu bekerja

berpacu dengan segala damba

yang takkan ada habisnya

menapaki hidup kemana saja


Dalam sisa sisa harapan

dalam hitungan yang akan ditinggalkan

aku bersaksi

"Bahwa jalanku akan abadi!"


Jogja, 31 Des 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI; AKU BARU 23 TAHUN

Aku baru 23 tahun saat kota ini telah tumbuh di abad yang jauh Kota yang tumbuh dari cinta, menjadi pupuk paling purba di kesuburan hatinya  Serupa kota, aku ingin tumbuh bersamamu di atasnya Berbunga lalu berbuah Ranum dan merekah  Tak apa, jika gang - gang sempit membuat kita tersudut dari jahatnya manusia Sungai mataram akan membawa duka bersama airnya yang coklat  Kita tak pernah kalah, sebab kota selalu memeluk kita Dan pantai selatan selalu menyambut senyummu di pangkal hari  Sayang, tak perlu risau Menetaplah di kota ini Bersamaku dan hanya untukku Rindu akan selalu membawa kita datang dan pergi  Di kota ini, hidup adalah penantian jalan pulang Dan pulang adalah makna yang akan membawa kita kembali Mari, kita tumbuh serupa kota ini Jogja, 29 November 2024

PUISI; AKU MASIH MENCINTAIMU, LAPTOPP

AKU MASIH MENCINTAIMU, LAPTOPPP!!!! Aku masih mencintaimu laptop Malam ini aku menyeggamaimu Tapi tepat pada pukul 23.50 engkau malah berulah Kalera! ujarku Padahal, tahukah engkau? Aku ingin mengajakmu berfantasi malam ini Jemariku telah lama merindukan lembutnya keyboardmu Mataku sudah birahi ingin menatap layarmu Engkau malah ejakulasi sebelum dieksekusi Aku ingin mengajakmu berselancar dalam imaji Menyeruput kopi mos khas kampung kami yang tak akan pernah engkau temui di Indomaret manapun Aku ingin mengepulkan asap-asap yang keluar dari mulutku ke mulutmu Yang diterangi lampu jalan depan rumah kita Eitss, entah kepulan asap atau embun Aku juga sulit membedakan Sebab mulutku sudah ibarat molen pengaduk semen dan pasir Udara disini sangat dingin sayang Seperti dinginnya sikap dia Engkau tahu? Karena ulahmu tadi Kopi hitamku bersileak karena jatuh diatas palanta dari pariang itu Bergediak lantai jadinya Maka, saat kau telah siuman Aku tak tau, entah apa yang mengetuk hatimu Untuk mela...