Langsung ke konten utama

PUISI; PUISI ADALAH KEHIDUPAN DAN KEHIDUPAN ADALAH PERTANIAN

Hari-hari kita adalah sepetak sawah yang kepalang 


Sebagian rumpun padi habis digerogoti keong girang

Biaya pupuk, produksi, bahkan distribusi tinggi menjulang


Sebab, keong girang adalah penguasa yang lancang

Dan nan tinggi menjulang adalah hukum yang timpang


Hari-hari kita adalah sebidang tanah yang malang


Tanah yang perlahan-lahan berkurang

Meteran-meteran kian memanjang


Lalu tanah itu tertancap tanda-tanda dalam tiang

Meteran-meteran memanjang dan lahan berkurang


Hari-hari kita adalah sebuah cangkul yang usang


Dihantui alat alat baru yang datang

Sedang pendapatan hasil panen berkurang


Alat-alat yang dititipkan orang asing menang

Menekan panen dengan dalih inflasi uang


Hari-hari kita adalah food estate yang garang


Menyita lumbung pangan dengan riang

Menikam petani dari belakang


Bagi mereka lumbung adalah tanah lapang

Dan petani adalah para pendatang 


Puisiku sungguh susah terbang

Sebab tingginya tembok dan jurang


Sawah adalah harapan

Tanah merupakan warisan

Cangkul hanyalah keahlian

Lumbung sebagian pendapatan


Dan puisiku adalah kehidupan

Sebab hidupku berasal dari pertanian


Selamat Hari Tani, Sehat-sehat Bapak Ibu di Kampung Halaman.


Jogja, 24 September 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI; AKU MASIH MENCINTAIMU, LAPTOPP

AKU MASIH MENCINTAIMU, LAPTOPPP!!!! Aku masih mencintaimu laptop Malam ini aku menyeggamaimu Tapi tepat pada pukul 23.50 engkau malah berulah Kalera! ujarku Padahal, tahukah engkau? Aku ingin mengajakmu berfantasi malam ini Jemariku telah lama merindukan lembutnya keyboardmu Mataku sudah birahi ingin menatap layarmu Engkau malah ejakulasi sebelum dieksekusi Aku ingin mengajakmu berselancar dalam imaji Menyeruput kopi mos khas kampung kami yang tak akan pernah engkau temui di Indomaret manapun Aku ingin mengepulkan asap-asap yang keluar dari mulutku ke mulutmu Yang diterangi lampu jalan depan rumah kita Eitss, entah kepulan asap atau embun Aku juga sulit membedakan Sebab mulutku sudah ibarat molen pengaduk semen dan pasir Udara disini sangat dingin sayang Seperti dinginnya sikap dia Engkau tahu? Karena ulahmu tadi Kopi hitamku bersileak karena jatuh diatas palanta dari pariang itu Bergediak lantai jadinya Maka, saat kau telah siuman Aku tak tau, entah apa yang mengetuk hatimu Untuk mela...

PUISI; SUDAHI

Dari kereta kencana hingga lencana petaka Dari pegasus mulia hingga hanoman sengsara Melacak-dabrak sesukamu Menyusuri sisi buasmu Mengisi penuh gelas-gelas hasratmu Laksana keledai di gurun sahara Bias, dan penuh biang bahaya Merona-rona membahana Ternyata, wujudmu halusinasi semata Semua tertipu bayanganmu nan mulia itu  Wahai, ratu kumala berseri Sudahi dan ambillah intisari Yogyakarta, 13 Maret 2022