Langsung ke konten utama

PUISI; JIKA KITA

Jika langkah kita menyusuri jalan setapak yang tak searah

Atau seyuman kita diculik oleh bahagia yang tak sama


Aku harap itu tidak jadi samudera jurang kita


Samudera dengan badai ganas

Menenggelamkan kapal dengan bringas

Lalu berujung serpih-serpih di dermaga kandas


Jika langkah kita menyusuri jalan setapak yang tak searah

Atau seyuman kita diculik oleh bahagia yang tak sama


Aku harap itulah sampan yang benar-benar kokoh


Mendayung satu persatu

Awak sampan yang tak kenal lesu

Menuju pesisir indah yang dituju


Jika langkah kita menyusuri jalan setapak yang tak searah

Atau seyuman kita diculik oleh bahagia yang tak sama


Aku harap

Kita adalah kita

Dengan niat ikhlas untuk sang pencipta

Menuju muara itu jua

Meski mengalirnya tak lagi pada sungai yang sama


Jogja, 3 September 2022 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI; AKU BARU 23 TAHUN

Aku baru 23 tahun saat kota ini telah tumbuh di abad yang jauh Kota yang tumbuh dari cinta, menjadi pupuk paling purba di kesuburan hatinya  Serupa kota, aku ingin tumbuh bersamamu di atasnya Berbunga lalu berbuah Ranum dan merekah  Tak apa, jika gang - gang sempit membuat kita tersudut dari jahatnya manusia Sungai mataram akan membawa duka bersama airnya yang coklat  Kita tak pernah kalah, sebab kota selalu memeluk kita Dan pantai selatan selalu menyambut senyummu di pangkal hari  Sayang, tak perlu risau Menetaplah di kota ini Bersamaku dan hanya untukku Rindu akan selalu membawa kita datang dan pergi  Di kota ini, hidup adalah penantian jalan pulang Dan pulang adalah makna yang akan membawa kita kembali Mari, kita tumbuh serupa kota ini Jogja, 29 November 2024

PUISI; AKU MASIH MENCINTAIMU, LAPTOPP

AKU MASIH MENCINTAIMU, LAPTOPPP!!!! Aku masih mencintaimu laptop Malam ini aku menyeggamaimu Tapi tepat pada pukul 23.50 engkau malah berulah Kalera! ujarku Padahal, tahukah engkau? Aku ingin mengajakmu berfantasi malam ini Jemariku telah lama merindukan lembutnya keyboardmu Mataku sudah birahi ingin menatap layarmu Engkau malah ejakulasi sebelum dieksekusi Aku ingin mengajakmu berselancar dalam imaji Menyeruput kopi mos khas kampung kami yang tak akan pernah engkau temui di Indomaret manapun Aku ingin mengepulkan asap-asap yang keluar dari mulutku ke mulutmu Yang diterangi lampu jalan depan rumah kita Eitss, entah kepulan asap atau embun Aku juga sulit membedakan Sebab mulutku sudah ibarat molen pengaduk semen dan pasir Udara disini sangat dingin sayang Seperti dinginnya sikap dia Engkau tahu? Karena ulahmu tadi Kopi hitamku bersileak karena jatuh diatas palanta dari pariang itu Bergediak lantai jadinya Maka, saat kau telah siuman Aku tak tau, entah apa yang mengetuk hatimu Untuk mela...