Langsung ke konten utama

PUISI; 1 TAHUN

Hari ini, tepat sudah satu tahun saya menginjakkan kaki di Jogja. Bagi beberapa orang, satu tahun mungkin belum waktu yang seberapa untuk berbangga menjadi anak rantau. Tapi, bagi saya apresiasi terhadap usaha yang telah kita perjuangkan adalah hal yang sangat berarti.


Teruntuk diriku, terimakasih karena telah memberanikan diri untuk memilih jalan hidup ini. Satu tahun adalah waktu yang lumayan panjang jika diceritakan.


Terimakasih atas apa yang telah kamu perbuat, pencapaian yang sudah kamu peroleh, serta tetap mengupayakan cita-cita yang pernah kamu toreh lalu tempel dipintu lemari baju itu.


Sakit, perih, sedih, luka, duka, lara yang kamu rasakan belum seberapa jika dibandingkan dengan orang lain. Belum seberapa banyak dan belum seberapa lama juga kamu diperantauan. Tidak ada yang perlu dikeluhkan. Ingat saja, kamu masih punya tuhan bukan?


Tetap semangat untuk diriku, masih banyak keinginan yang perlu kamu wujudkan. Banyak orang-orang yang harus kamu bahagiakan. Dan ada harapan dalam hatimu yang harus terkabulkan dengan perjuangan.


Dan teruntuk keluarga, teman, sahabat, orang-orang terdekat, serta siapapun itu yang pernah mampir dalam jalan hidup ini. Terimakasih banyak. Tidak pernah ada perjuangan yang benar-benar dilakukan sendiri. Jadi, tidak perlu berbesar hati.

Yogyakarta, 23 Februari 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERITA; SINTA MENUNGGU RAMA

Bersabarlah barang sejenak Sinta! Tenang saja, aku akan menghampirimu di tengah pulau itu. Kamu tau? Aku sedang menanak puisi untuk kita santap sembari menunggu matahari terbenam nanti. Tapi, jika nanti aku menghampirimu dengan keadaan tak berdaya. Maka, keribaanmulah yang akan menjadi sampan bagiku kesana. Sinta, tolonglah kamu jelaskan dulu pada mereka bahwa cinta itu bukan barang murah yang seenaknya dapat diobral sana-sini.  Bahwa cinta itu harus di bentuk dengan proses panjang dan teliti. Penuh ketabahan dan juga keuletan. Jadi, selama di tengah pulau sana. Bersabarlah kau menungguku, menyuguhkan cinta untukmu. Lalu kita seduh dan nikmati bersama. Sinta oh sinta. Firasatku, diri ini akan jadi abu di atas tunggul. Tapi tak apa, setidaknya aku akan menjadi kayu yang menyilang api untukmu dan menjadi bara yang akan mengantar hangat padamu. Kebawah tidak berakar, keatas tidak berpucuk, dan ditengah dirayapi kumbang. Begitulah ketidak berdayaan ku sekarang menghampirimu. Jadi, sabar du

PUISI; AKU INGIN

Aku ingin kita bercerita dibelakang rumah itu Rumah panggung sederhana berlantai dua Di lantai satu, tempat rak buku kita tata rapi Aku ingin kita berkuasa atas dunia Menceritakan kebodohan sejak bangun tadi pagi Menceritakan malam-malam yang penuh mimpi Atau bahkan, menceritakan jika esok pagi kita tidak lagi melihat matahari Kelak, jika lumbung padi kita sudah habis dan kau dapati simpanan berkurang Ingat lagi saat bahagianya kita dengan panen melimpah Hati riang anak saat bermain disawah kala musim tanam datang Atau, saat senyum merekah dipagi hari melihat padi yang menguning Dik, siapakah yang mau dipinang dengan seikat benih padi dan sebuah alat bajak keluaran jepang? Atau mungkin sebilah pohon bambu untuk membangun rumah panggung? Tapi dik, siapapun itu Aku selalu ingin menuju senja disini dan seperti ini Menikmati sore sambil menyeruput kopi dan membaca buku. Lalu, saat maghrib datang. Bergegas mengajak anak pergi ke surau. Hingga malam datang, kita terlelap dengan tenang. Dik,

PUISI; JALAN SUNYI

Maka ingatlah Ketika malam mengambil ikrar dari akar pohon kelapa Bulan dan bintang menyisir sumpah serapah tetua Bersama cahaya lilin dalam ruang-ruang gelap Sunyi tapi tak pernah sepi Satu persatu lilin mati Dalam benak yang penuh ekspektasi Amukan cinta dan benci Menyisakan kau sendiri Dalam jalan sunyi Lihatlah kawanmu Berlari-lari Tertawa tak henti Mengisi ruang-ruang hati Mengajak berdiri Menyusuri duri jalan ini Seperti bunga Kita tumbuh Mekar harum dan berseri Menghadapi jalan sunyi -Jogja, 08 Agustus 2023