Siang ini kami diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan Kelompok Disabilitas Desa (KDD) Kinasih, Argo Mulyo. Sebuah pengalaman emas bisa bertukar cerita dengan salah satu masyarakat disabilitas di Desa Argo Mulyo.
Diperjalanan balik setalah diskusi, alam fikir berfantasi dengan segumpal peristiwa di masa lalu. Pada akhirnya, saya memberikan kesimpulan, bahwa hidup ini adalah tentang seni. Seni untuk mencintai dan merasakan.
Saya pikir, kita semua punya keresahan yang sama. Saat umur sudah berkepala dua, tidak sedikit dari kita yang berbenturan dengan realita kehidupan.
Hidup yang terasa begitu-begitu saja, tidak enakan karena selalu meminta pada orang tua, masa depan yang entah dimana, perkuliahan, kerja, dan bahkan cinta yang rumit sedemikan rupa. Semua itu berkumpul dan bermuara menuju lautan ketakukan.
Ketakukan akan masa depan itu pada akhirnya menggangu stabilitas mental untuk menapaki kehidupan. Tidak sedikit juga yang hancur berkeping-keping diusia mudanya. Dan ada yang mampu melewati masa-masa sulit itu dengan seni.
Ya, seni untuk mencintai dan merasakan apa yang dialami. Menerima setiap kebahagiaan, dan mensyukuri kesedihan. Menyambut setiap yang datang, dan merelakan setiap yang pergi.
Seni mengajarkan kita keindahan dalam menata kehidupan, memposisikan masa lalu menjadi pelajaran dan mempersiapkan masa depan. Cinta dan rasa mengajarkan kita kelembutan menerima keadaan. Seni menawarkan kita cara untuk mengatur hati, untuk tidak terlalu bahagia dan bersedih.
Mungkin akan terasa lebih mudah jika hanya menuliskannya. Namun, sangat terasa sulit jika benar-benar berbenturan dengan hal demikian. Tak apa, kita semua sedang menempuh perkuliahan kehidupan. Setiap kepahitan dan kemanisan dalam kehidupan adalah sks mata kuliah yang harus kita selesaikan.
Selayaknya seniman lukis saat mencoret-coreti kanvasnya se-abstrak mungkin, mengikuti alurnya, membiarkan kuas menari-nari dengan banyak warna, melakukannya dengan penuh cinta dan rasa. Saat itulah, lukisannya sangat berharga.
Semuanya hanya menunggu perputaran waktu. Hari ini kita susah, esok ada waktunya bahagia. Hari ini kita bergembira, esok ada waktunya menderita. Hari ini kita tertawa, esok ada waktunya menangis sehabis-habisnya. Dan yang paling penting dari setiap itu, terima dengan lapang dada, cinta, serta rasakan dengan penuh seni kehidupan.
Lihatlah disabilitas itu, mereka adalah seniman dalam kehidupan. Tidak ada keluh yang terlontar dari mulut. Dan tidak ada kutukan yang tertancap dalam hati.
Yogyakarta, 17 Februari 2022
Komentar
Posting Komentar