Langsung ke konten utama

PUISI; PADA HARI TERAKHIR

Sudah cukup satu minggu

Aku cukup untuk membujukmu dalam puisi ini

Besok atau lusa, aku tidak ingin lagi bersedih

Aku harus bangkit, mengurusi hidupku lagi


Meskipun, aku tidak cukup yakin dengan ucapanku ini

Maka, akan kuusahakan segala overthinking menjadi positif thinking

Online mu di jam 1 atau 2 malam

Sosmed ku yang kamu hide

Chat ku yang seolah tidak kamu inginkan

Ingatanku saat ditolak sama seorang gadis sewaktu kelas 3 mts dengan alasan fokus UN, yang ternyata dia fokus dengan yang lain

Aku harapkan tidak terjadi kali ini

Aku cukupkan untuk bersedih di hari ini


Bukan berarti aku ingin melupakanmu

Namun, cuma mengurangi sedikit rasa harapku

Agar, bila tak ku temui harapan itu, masih ada ruang untuk sedikit tidak bersedih


Dan begitu juga, aku tingkatan rasa percayaku

Bahwa kamu benar-benar akan jadi milikku

Bahwa kamu benar-benar masih menginginkanku

Bahwa kamu benar-benar ingin sendiri dulu

Agar, aku dapat hidup dengan tenang tanpa sedikitpun rasa khawatir


Hey kamu, gadis cantik yang sebentar lagi 18 tahun

Kubiarkan kita menyepi, sampai rindu itu benar-benar memaksa diri untuk utuh kembali

Aku mencintaimu

Tuhan, dengarlah rintihan hati pemuda ini


Jogja, 27 Januari 2022 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERITA; SINTA MENUNGGU RAMA

Bersabarlah barang sejenak Sinta! Tenang saja, aku akan menghampirimu di tengah pulau itu. Kamu tau? Aku sedang menanak puisi untuk kita santap sembari menunggu matahari terbenam nanti. Tapi, jika nanti aku menghampirimu dengan keadaan tak berdaya. Maka, keribaanmulah yang akan menjadi sampan bagiku kesana. Sinta, tolonglah kamu jelaskan dulu pada mereka bahwa cinta itu bukan barang murah yang seenaknya dapat diobral sana-sini.  Bahwa cinta itu harus di bentuk dengan proses panjang dan teliti. Penuh ketabahan dan juga keuletan. Jadi, selama di tengah pulau sana. Bersabarlah kau menungguku, menyuguhkan cinta untukmu. Lalu kita seduh dan nikmati bersama. Sinta oh sinta. Firasatku, diri ini akan jadi abu di atas tunggul. Tapi tak apa, setidaknya aku akan menjadi kayu yang menyilang api untukmu dan menjadi bara yang akan mengantar hangat padamu. Kebawah tidak berakar, keatas tidak berpucuk, dan ditengah dirayapi kumbang. Begitulah ketidak berdayaan ku sekarang menghampirimu. Jadi, sabar du

PUISI; AKU INGIN

Aku ingin kita bercerita dibelakang rumah itu Rumah panggung sederhana berlantai dua Di lantai satu, tempat rak buku kita tata rapi Aku ingin kita berkuasa atas dunia Menceritakan kebodohan sejak bangun tadi pagi Menceritakan malam-malam yang penuh mimpi Atau bahkan, menceritakan jika esok pagi kita tidak lagi melihat matahari Kelak, jika lumbung padi kita sudah habis dan kau dapati simpanan berkurang Ingat lagi saat bahagianya kita dengan panen melimpah Hati riang anak saat bermain disawah kala musim tanam datang Atau, saat senyum merekah dipagi hari melihat padi yang menguning Dik, siapakah yang mau dipinang dengan seikat benih padi dan sebuah alat bajak keluaran jepang? Atau mungkin sebilah pohon bambu untuk membangun rumah panggung? Tapi dik, siapapun itu Aku selalu ingin menuju senja disini dan seperti ini Menikmati sore sambil menyeruput kopi dan membaca buku. Lalu, saat maghrib datang. Bergegas mengajak anak pergi ke surau. Hingga malam datang, kita terlelap dengan tenang. Dik,

PUISI; JALAN SUNYI

Maka ingatlah Ketika malam mengambil ikrar dari akar pohon kelapa Bulan dan bintang menyisir sumpah serapah tetua Bersama cahaya lilin dalam ruang-ruang gelap Sunyi tapi tak pernah sepi Satu persatu lilin mati Dalam benak yang penuh ekspektasi Amukan cinta dan benci Menyisakan kau sendiri Dalam jalan sunyi Lihatlah kawanmu Berlari-lari Tertawa tak henti Mengisi ruang-ruang hati Mengajak berdiri Menyusuri duri jalan ini Seperti bunga Kita tumbuh Mekar harum dan berseri Menghadapi jalan sunyi -Jogja, 08 Agustus 2023