Langsung ke konten utama

OPINI; HARI IBU

Beberapa bulan terakhir, dan saat rambutku mulai memanjang.

Disanalah ibu sering ngomel-ngomel dan nyuruh buat potong rambut. Hampir setiap pagi, dan setiap percakapan kami di dunia maya, penampilanku selalu dinasehati.


Ya, kami memang sering VC di waktu pagi. Entah ngobrolin apa, yang jelas untuk tetap bisa berkomunikasi. Sama halnya, dengan teman-teman yang lain. Rambut gondrong mungkin adalah cita-cita yang harus terealisasikan di masa muda. Katanya, "setiap orang pasti pernah muda, tapi belum tentu setiap orang pernah gondrong." Ya begitulah kira-kira. Konyolnya, ini menjadi hal dilematis dalam hidupku beberapa bulan terakhir, antara ikuti kata Ibu atau tetap begini untuk gondrong 😆.


Namun, inginku belum tentu juga ingin orang tuaku. Terkhusus Ibu. Entah kenapa, sejak 2 hari belakangan. Saat badan ku sedang tidak baik-baik saja. Aku jadi ingat rumah, ingat orang tua dan keluarga.


Dan tepat hari ini, saat para handai taulan mengabarkan di sosial media mereka, bahwa sekarang adalah hari Ibu. Aku dengan langkah pasti dan entah apa yang ada dalam otak ini. Tanpa ragu mengendarai motor menuju tempat potong rambut. Andai saja, ini adalah bentuk bakti. Maka inilah hadiah kecil yang bisa kuberikan di hari ini.


Selamat Hari Ibu🌻


Dan diujung pengetikan teks ini, saya teringat sebuah ungkapan, "sedewasa apapun kita, kita hanyalah anak kecil dimata orang tua."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERITA; SINTA MENUNGGU RAMA

Bersabarlah barang sejenak Sinta! Tenang saja, aku akan menghampirimu di tengah pulau itu. Kamu tau? Aku sedang menanak puisi untuk kita santap sembari menunggu matahari terbenam nanti. Tapi, jika nanti aku menghampirimu dengan keadaan tak berdaya. Maka, keribaanmulah yang akan menjadi sampan bagiku kesana. Sinta, tolonglah kamu jelaskan dulu pada mereka bahwa cinta itu bukan barang murah yang seenaknya dapat diobral sana-sini.  Bahwa cinta itu harus di bentuk dengan proses panjang dan teliti. Penuh ketabahan dan juga keuletan. Jadi, selama di tengah pulau sana. Bersabarlah kau menungguku, menyuguhkan cinta untukmu. Lalu kita seduh dan nikmati bersama. Sinta oh sinta. Firasatku, diri ini akan jadi abu di atas tunggul. Tapi tak apa, setidaknya aku akan menjadi kayu yang menyilang api untukmu dan menjadi bara yang akan mengantar hangat padamu. Kebawah tidak berakar, keatas tidak berpucuk, dan ditengah dirayapi kumbang. Begitulah ketidak berdayaan ku sekarang menghampirimu. Jadi, sabar du

PUISI; AKU INGIN

Aku ingin kita bercerita dibelakang rumah itu Rumah panggung sederhana berlantai dua Di lantai satu, tempat rak buku kita tata rapi Aku ingin kita berkuasa atas dunia Menceritakan kebodohan sejak bangun tadi pagi Menceritakan malam-malam yang penuh mimpi Atau bahkan, menceritakan jika esok pagi kita tidak lagi melihat matahari Kelak, jika lumbung padi kita sudah habis dan kau dapati simpanan berkurang Ingat lagi saat bahagianya kita dengan panen melimpah Hati riang anak saat bermain disawah kala musim tanam datang Atau, saat senyum merekah dipagi hari melihat padi yang menguning Dik, siapakah yang mau dipinang dengan seikat benih padi dan sebuah alat bajak keluaran jepang? Atau mungkin sebilah pohon bambu untuk membangun rumah panggung? Tapi dik, siapapun itu Aku selalu ingin menuju senja disini dan seperti ini Menikmati sore sambil menyeruput kopi dan membaca buku. Lalu, saat maghrib datang. Bergegas mengajak anak pergi ke surau. Hingga malam datang, kita terlelap dengan tenang. Dik,

PUISI; JALAN SUNYI

Maka ingatlah Ketika malam mengambil ikrar dari akar pohon kelapa Bulan dan bintang menyisir sumpah serapah tetua Bersama cahaya lilin dalam ruang-ruang gelap Sunyi tapi tak pernah sepi Satu persatu lilin mati Dalam benak yang penuh ekspektasi Amukan cinta dan benci Menyisakan kau sendiri Dalam jalan sunyi Lihatlah kawanmu Berlari-lari Tertawa tak henti Mengisi ruang-ruang hati Mengajak berdiri Menyusuri duri jalan ini Seperti bunga Kita tumbuh Mekar harum dan berseri Menghadapi jalan sunyi -Jogja, 08 Agustus 2023