Catatan, 3 Oktober 2020-Suatu hari menuju pagi, seorang pemuda sedang asiknya memainkan jemarinya diatas layar ponsel, membuka aplikasi 'WhatsApp' sembari menonton 'snap' teman-temannya. Hatta, dia menahan jempolnya dilayar ponsel tepat pada salah satu 'snap' yang membuatnya terkesima, lalu dengan penasarannya menekan 'baca selengkapnya'.
Sebuah 'snap' yang bernuansa politik, dipenuhi dengan kontradiksi pilkada dimasa sulit negri ini, menjadi sosok yang selalu ingin tau, apakah perhelatan demokrasi itu jadi solusi dalam pencegahan pandemi ? Bak adiwira ditengah ganasnya penderitaan rakyat ?
Memori si pemuda berefleksi akan momen beberapa jam sebelumnya, sebelum dia larut dalam dekapan malam, saat membaca 'fakta' menarik pengkhianatan G 30 S / PKI, yang akhir-akhir ini multi interpretasi, hingga para 'netizen' mulai kelabakan akan peristiwa kelam itu. Sangat sulit mendeteksi fakta dan opini ; perebutan tahta, rezim yang berkuasa, pengkhianatan dan kepahlawanan, skenario politik yang mengagumkan, dan hal lain yang saban hari dikemukakan.
Lelah dengan alam pikir yang bersawala tidak menentu, tanda tanyapun ditarik menjadi wasatiah, sang pemuda mulai bergumam, " jika pilkada tetap bisa dilaksanakan, sedangkan kegiatan lain dibatasi dan dibekukan, peristiwa G 30 S / PKI dapat diputar balikkan, masyarakat awam dibuat kebingungan, lalu siapa yang mengendalikan ?".
Si pemuda mulai menunduk sambil mengharap dalam do'a, supaya sang pengendali berada dalam naungan yang maha kuasa, atau jika tidak ? Ambisi harus mulai dihasut untuk kendalikan semua, ambisi yang penuh dengan tujuan mulia, berlindung dalam keridhoannya, mengendalikan sebagaimana mestinya.
Komentar
Posting Komentar