Langsung ke konten utama

OPINI; KURASA AKU BUKAN KRIMINAL

Catatan, 27 November 2020-Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan berita bahwa Menag Fachrul Razi sebut radikalisme yang (katanya) dibawa oleh mereka yang 'good looking', pintar bahasa arab, hafiz alquran, dan lain sebagainya.


"Cara masuk mereka gampang. Pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan bahasa Arab bagus, hafiz. Mulai masuk (ke masyarakat/komunitas), ikut-ikut jadi imam. Lama-orang orang situ bersimpati. (Orang itu lalu) Diangkat jadi pengurus masjid. Kemudian mulai masuk temannya dan lain sebagainya, mulai masuk ide-ide yang tadi kita takutkan,” ucapnya dalam acara webinar bertajuk ‘Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara’, yang disiarkan di YouTube KemenPAN-RB, Rabu (2/9).(sumber jawapos.com)


Disamping isu tersebut, juga berkembang isu mengenai Sumatera Barat yang belum pancasilais, lewat pernyataan Ibu Puan Maharani selaku ketua DPP PDI P dan ketua DPR RI yang dipandang khalayak sebagai pernyataan multitafsir lagi kontroversial.


Kembali ke topik awal, mengenai radikalisme berasal dari mereka yang 'goog looking', tentu saja ini menimbulkan kekecewaan yang sangat dalam bagi kaum muslimin, khususnya para santri dinusantara, bagaimana tidak? Hampir dari semua tipikal yang disebutkan sebagai 'good Looking' adalah karakter para santri, bahkan bisa dikatakan semuanya.


Padahal, kita sama-sama mengetahui, bahwasanya pesantren adalah sebuah lembaga yang banyak mencetak sumber daya manusia yang bermoril dan nasionalis, bahkan alumnus pesantren banyak berkontribusi dalam memajukan kesejahteraan bangsa, baik dibidang politik, maupun lainnya, maka tak sepantasnya 'good Looking' disebut sebagai sumber radikalisme.


Memang benar, banyak aksi teror yang terjadi di negara ini, disinyalir dari mereka yang religius.Namun, hal ini tidak dapat dijadikan sebagai patokan, disebabkan banyak pihak pihak yang tidak bertanggung jawab dan mengatasnamakan Islam pada umumnya, melakukan aksi-aksi radikal tersebut.


Dimasa pandemi sekarang, hendaklah kita bersama-sama mesentralisasi titik fokus pada pemulihan masyarakat disemua lini kehidupan, baik itu ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Pemerintah hendaklah bersifat kolektif-kolegial dalam menghadapi pandemi ini. Problem yang harus segera cepat diselesaikan, jangan sampai kalah dengan isu-isu pengalihan yang menambah kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.


Maka, dari isu yang berkembang saat ini,kita kembali mengambil hikmahnya.Bahwa, tabayyun dan analisis yang sesuai data faktalah yang berhak berbicara, sebagai masyarakat nan beragam RAS, tak sepantasnya kita melemparkan isu-isu kontroversial kehadapan masyarakat, karna inilah yang sejatinya menjadi titik radikalisme di negara ini, memicu perselisihan ditengah-tengah masyarakat berbangsa dan bernegara, sehingga bisa kita pastikan, persatuan dan kesatuan hanyalah sebatas angan-angan pendiri bangsa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI; TIDAK ADA JUDUL

 Semuanya larut begitu saja Dalam tangki motormu yang kuisi dua liter  Sebagai ucapan terimakasih  Atas perjalanan singkat kita dimalam yang kaku Kau pergi begitu saja Tanpa pesan meninggalkan derus mesin Scoopy putih dalam dadaku Deru mesin yang memompa jantungku berdetak lebih kencang Sekencang hisapan rokok suryaku menjelang pagi di balkon rumah Rumah kawan pelarian ku malam itu 2025, awal tahun yang buruk untuk memperbaiki hubungan kita Entah bagaimana jadinya nanti aku tidak tau Menunggu atau aku yang akan menghampirimu  Makin lama matahari makin hangat Dan kubiarkan resah menguap di udara Semoga hangat sampai ke dadamu di pagi buta Jogja, 4 Januari 2025

OPINI; Kita dan Politik Praktis ( Kode Etik Warga Muhammadiyah Berpolitik )

 Kita dan Politik Praktis Bismillahirrahmanirrahim Saya awali tulisan ini dengan kalimat tersebut agar apa yang saya tuliskan tidak salah dan sesuai dengan apa yang ditetapkan. Dan juga, supaya tulisan ini dapat diterima oleh semua elemen persyarikatan. Yaitu, Muhammadiyah. Pada dekade awal Organisasi Islam Muhammadiyah, yaitu kisaran tahun 20-50 an, Muhammadiyah masih sibuk membenahi internal persyarikatan. Muhammadiyah konsen terhadap dunia pendidikan serta problematika sosial masyarakat umum pada saat itu. Memasuki era kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada Tanwir Muhammadiyah di Ponorogo tahun 1968. Muhammadiyah menghadirkan dua putusan yang sangat bijaksana. Yaitu, MKCHM dan Khittah Ponorogo. Keputusan ini adalah amanat dari Muktamar Muhammadiyah ke-37 di Yogyakarta dengan tema "Tajdid Muhammadiyah" yang diselenggarakan pada tahun sebelumnya. Pertama, MKCHM adalah akronim dari Matan Keyakinan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, yang mana didalamnya termuat beberapa poin penting...